UX Research ≠ mengumpulkan data saja (Bagian 2)

Wahyuni Febriani
5 min readApr 17, 2020

--

Setelah membaca pengetahuan dasar mengenai riset di artikel sebelumnya, mari kita membahas riset di ranah User Experience.

Jadi, Apa itu UX Research?

Kita ambil definisi menurut interaction-design.org:

“…systematic investigation of users and their requirements, in order to add context and insight into the process of designing the user experience.”

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih artinya;

investigasi sistematis terhadap pengguna dan kebutuhannya, untuk memberikan konteks dan pemahaman lebih dalam pada proses mendesain user experience.

Kalau di-breakdown kurang lebih jadi gini …

Kalau pakai bahasa manusia sehari-hari intinya…

  1. Investigasi sistematis: kegiatan kepo atau cari tahu sesuatu tapi pakai struktur yang jelas (sudah dibahas di part 1)
  2. Yang dicari tahu: segala tentang user dan kebutuhannya yang berhubungan sama apa yang kita desain
  3. Tujuannya: memberi konteks dan pemahaman supaya desain yang kita bikin makin sesuai dengan kebutuhan dan keadaan user
  4. Di lakukan pada: proses desain (sebelum mulai, di awal, di tengah-tengah, di akhir)
Contoh kegiatan UX Research yang pernah saya lakukan.

Kenapa UX Research penting untuk dilakukan pada proses desain?

Ini kayanya bisa jadi satu artikel panjang sendiri, tapi singkatnya begini...

Kita kan ingin desain produk yang kita buat UX-nya bagus; mudah digunakan, tepat guna, bikin user betah pakai terus, dan bahkan merekomendasikannya ke orang lain. Nah, melibatkan user melalui riset pada proses desain akan mempermudah kita mencapai tujuan tersebut.

Pertanyaan yang mungkin muncul, apa nggak cukup mengandalkan wawasan dan pengalaman sang designer? Hmm, mungkin cukup, mungkin juga nggak cukup, tergantung keadannya. Tapi kalau misalnya dengan testing sederhana kita bisa menghindari kesalahan fatal yang akan merugikan secara jangka panjang, bukankah baiknya dilakukan saja?

Selain itu, sejago apapun tim kita dalam mendesain, tetap ada kemungkinan:

  • Bias karena pengetahuan yang kita miliki. Kita sudah tahu apa yang harus dipencet, informasi ini di sini itu di situ, konten ini artinya apa, abis klik ini harus klik apa. Kalau kata orang-orang mah, you are not your user.
  • Mengalami the false-consensus effect, yaitu kecenderungan manusia yang beranggapan bahwa apa yang dia pikirkan adalah sesuatu yang umumnya orang lain juga pikirkan. Contohnya kalau kita kebiasaan pakai search bar untuk mencari barang di e-commerce, bukan berarti itu kebiasaan kebanyakan orang lain juga kan.

Kapan UX Research harus dilakukan?

UX Research bisa dilakukan di fase manapun dan sesering apapun sesuai sumber daya (waktu, budget, tenaga, dll) yang dimiliki tim/perusahaan. (now playing: Secukupnya by Hindia)

Apa saja metode UX Research & bagaimana memilih metode yang tepat?

Ini kayanya bagian yang paling identik dengan UX Research: metode. Kebanyakan metode riset UX merupakan adaptasi dari bidang-bidang lain yang sudah ada terlebih dahulu seperti antropologi, psikologi, desain produk, marketing, dll. Pemilihan metode riset sangat bergantung utamanya kepada 3 hal ini:

1. Apa masalah yang mau diselesaikan & objektif risetnya

Cukup self-explanatory ya judulnya. Langsung aja ke contoh:

  • Ingin tahu arahan desain sesuai kebiasaan dan calon pengguna di awal proses desain? Bisa melakukan interview.
  • Ingin mengetahui lebih dalam konteks penggunaan desain kita oleh pengguna? Bisa pakai contextual inquiry atau ethnography.
  • Ingin mengetahui proses perubahan kebiasaan orang setelah menggunakan produk kita? Bisa pakai diary study.
  • Ingin mengevaluasi prototype desain yang sudah dibuat? Bisa pakai usability testing.

Jadi, rumuskan dulu apa masalah yang mau diselesaikan atau pertanyaan yang mau dicaritahu sebelum memilih metode apa yang bisa membantuk mengumpulkan data yang dibutuhkan.

2. Di fase apa riset akan dilakukan

Seperti yang sudah disebutkan di atas, riset dapat dilakukan di fase manapun dalam proses desain. Bisa sebelum ada desain sama sekali, bisa ketika desainnya masih berbentuk prototype kertas, bisa ketika prototype sudah interaktif dengan animasi, dan bisa juga ketika desain sudah di-develop dan launched. Dengan memahami data apa yang kita butuhkan di tiap fase

Contoh:

  • Kalau masih prototype, kita bisa lakukan usability testing.
  • Kalau produk sudah launched, kita bisa menganalisa analytics yang ada dan menggabungkannya dengan usability testing.

3. Sumber daya organisasi/institusi tempat kamu melakukan riset (ada budget, tenaga & waktunya atau enggak)

  • Siapa yang akan melakukan riset ini?
  • Apakah tim punya seorang UX Researcher khusus atau designer/PM sendiri yang harus melakukan?
  • Berapa lama target pengerjaan satu proyek desain dan berapa banyak waktu yang kira-kira bisa disediakan untuk riset?
  • Apa stakeholders sudah mengerti manfaat riset dan mendukungnya?
  • Riset butuh akomodasi, apa akan disediakan oleh perusahaan?

Topik-topik di atas akan sangat berpengaruh terhadap aplikasi riset di proses desain. Maka dari itu, usahakan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dulu sebelum merencanakan riset. Dengan menganalisa keadaan internal organisasi/perusahaan dulu, kita jadi tahu harus memulai riset dari mana dan bagaimana.

  • Kalau ternyata sumber dayanya mumpuni, bisa langsung melakukan riset yang proper dengan pengguna.
  • Kalau punya budget lebih, bisa hire UX agency/freelancer untuk kerjain risetnya.
  • Kalau ternyata sumber daya minim, ya low-key effort aja ya nggak apa-apa. Ajak kolega kamu yang nggak ikutan proyek tersebut untuk jadi partisipan. Yang penting kamu dapat input yang fresh atau kalau ada isu yang cukup serius jadi bisa ketahuan.

Kalau saya seorang designer, harus mulai belajar UX Research dari mana?

Saya menyarankan untuk mulai dari melakukan evaluasi terhadap desain yang kamu buat dengan usability testing.

Ini contoh setting usability testing dengan kamera.

Kesimpulan

Desain produk atau layanan digital yang baik adalah yang menghasilkan user experience yang baik dan relevan dengan user. Untuk memastikan tujuan tersebut tercapai, maka UX research harus dilakukan dalam proses desain.

Di sini kita belajar bahwa riset bukan hanya bagian mengumpulkan datanya saja. Justru proses riset dimulai dari memahami keadaan kita, merumuskan masalahan dan hal yang ingin dicari tahu, dan mentukan tujuan riset.

Wow tadinya mau nulis singkat jadinya panjang juga. Sekian, semoga berguna, dan silahkan belajarnya dari sumber lainnya juga~

Referensi

--

--

Wahyuni Febriani
Wahyuni Febriani

Written by Wahyuni Febriani

UX Consultant independen. Menulis tentang User Experience dalam Bahasa Indonesia.

No responses yet