Riset di UX Case Study

Wahyuni Febriani
2 min readJan 21, 2022

Beberapa kali saya ditanya tentang bagaimana cara riset di case study design? Sebenarnya untuk topik ini, pendapat saya cuma satu: kalau kamu gak paham user research harus seperti apa, ya gak usah dilakuin dulu.

Bukan kah bikin case study untuk menunjukkan apa yang kita benar-benar bisa? Apalagi kalau case study-nya akan digunakan untuk ngelamar kerja. Khawatirnya justru kalau kita menulis hal yang gak kita bener-bener paham, malah dipertanyakan pas wawancara nanti.

Tapi tenang, saya gak akan jadi party pooper bagi teman-teman yang lagi semangat banget bikin case study. Yuk kita bahas.

Kritis dulu terhadap framework Design Thinking

Design Thinking versi d.school

Banyak UX case study bertebaran di internet yang menggunakan framework Design Thinking. Saya gak akan ngebahas ini karena nanti jadi terlalu panjang karena unek-uneknya saya terlalu banyak.

Di sini saya coba ajak teman-teman untuk sejenak melupakan framework ini dan pakai mindset yang jauh lebih sederhana. Selain itu, kita gak mau juga kan case study kita kelihatan sama persis kaya yang lain :’)

Kita sebut saja dengan pola pikir “membuat desain.” Ketika sudah jelas kalau kita mau bikin study case desain, mari kita fokus untuk bikin desain yang bagus dulu aja. Gak perlu overthinking harus ngikutin framework tertentu.

Tentunya kita mau menerapkan paham user-centred design di proses desain kita dong. Di sini lah riset bisa kita terapkan.

Jadi, seakan-akan di case study kita sedang menceritakan narasi seperti ini:

Saya rencana membuat desain X. Setelah desainnya jadi, saya mau memastikan desain ini sudah sesuai dengan penggunaan user. Apa user paham? Apa user bisa mengikuti flow? Setelah melakukan Usability Testing, saya menemukan kalau bagian A, B, dan C di desain tidak bisa dipahami oleh user. Oleh karena itu, saya perbaiki desainnya sesuai insight tersebut.

Kalau memang mau melakukan riset, saya menyarankan untuk melakukan evaluasi. Kalau memang ada waktu & tenaganya, silahkan melakukan Usability Testing. Jangan lupa setelah riset, perbaiki desain berdasarkan hasil risetnya.

Case study yang baik adalah yang koheren, alias dari awal sampai akhir itu nyambung dan runut. Minimal kita bisa menjabarkan: Kenapa bikin desain seperti ini? Kenapa tidak seperti itu?

Apalagi kalau untuk ditaruh di portfolio. Kalau runut, tentunya pembaca makin mudah paham. Semoga bermanfaat~

--

--

Wahyuni Febriani

UX Consultant independen. Menulis tentang User Experience dalam Bahasa Indonesia.