Keadilan sosial bagi seluruh rakyat UX

Wahyuni Febriani
2 min readAug 25, 2020

--

Ketika ngomongin area UX atau UI/UX atau digital product design atau apapun sebutannya, spektrum pekerjaan yang ada di dalamnya sebenarnya luas banget. Ada tim skala besar (100+ orang), menengah (puluhan), ada juga tim kecil (di bawah 10 orang). Ada yang desainernya kerja palugada (apa lu mau gue ada), ada yang ngerjain hal-hal super spesifik kaya UX Engineer atau DesignOps.

Belum lama saya diskusi dengan beberapa teman saya sesama praktisi UX tentang betapa besarnya kesenjangan (gap) antara perusahaan yang punya tim desain besar (biasanya para unicorn) dan perusahaan yang tim desainnya masih kecil. Ada perusahaan yang UX maturity levelnya udah baik dimana tim desain bisa bantu high level decision making-nya bisnis, ada yang masih menganggap tim desain sebagai penyedia UI assets aja.

Fenomena yang terjadi saat ini adalah orang-orang dari tim besar sangat sering sharing sana-sini menceritakan bagaimana praktek yang mereka lakukan sehari-hari (yang bisa dibilang nyaris ideal). Sayangnya, kita kadang lupa bahwa praktek gak bisa dipisahkan dengan keadaan organisasinya. Bekerja di organisasi/perusahaan yang sudah memiliki UX maturity level yang baik bisa dibilang adalah privilege, if not luxury.

Kerap saya lihat masalah yang muncul di tim kecil ya bukan karena orang-orangnya gak jago atau kurang mau belajar, tapi faktor di luar tim itu sendiri: struktur perusahaan, stakeholders, workflow, product management, dan lain-lain. Selain itu tim kecil cenderung kekurangan talent senior yang bisa menjadi mentor untuk anggota yang lebih junior dan membantu advokasi ke stakeholders.

Keadaan ini yang akhirnya membuat saya memutuskan fokus menjadi konsultan UX. Saya berusaha membantu level the playing field alias mendemokratisasi ilmu supaya berkurang kesenjangan di industri. Semoga bisa sedikit berkontribusi.

Anyway, ada pembaca yang ngalamin jadi tim kecil? Feel free to share ya!

--

--

Wahyuni Febriani
Wahyuni Febriani

Written by Wahyuni Febriani

UX Consultant independen. Menulis tentang User Experience dalam Bahasa Indonesia.

Responses (4)